Hari yang indah
saat malam redup dalam dekapan rembulan tanggal empat belas. Dingin angin yang
menyambar-nyambar tubuh setiap makhluk, mungkin cukup untuk menggetarkan dan
memberi rasa menggigil lewat setiap pori-porinya. Kabut tipis yang sedari tadi
hadir dalam pandangan, mengantarkan kisah-kisah sunyi dalam kandungan
keramaian. Apakah keramaian bisa dikandung? Entahlah, aku hanya bisa
menggambarkan lewat sketsa wajah-wajah nyata yang dipandang mata.
Lewat sajak-sajak kecil, hari-hari ku terasa besar melahirkan kata
dan kalimat. Sebuah kebiasaan yang tak bisa dianggap biasa. Bukan berarti aku
mengatakan seperti ini seolah-olah aku mempunyai pilihan. Pilihan telah
memilihku dalam pertandingan yang sebenarnya, mungkin juga bisa dikatakan belum
yang sebenarnya. Sungguh ku ingin keabadian dari makhluk yang terbatas ruang
dan waktu. Begitu juga perasaan, yang berbatas ruang dan waktu. Jika kalian
bertanya: “Keabadian seperti apakah itu? Apa ada keabadian di dunia ini? Apakah
kau waras?”. Senyuman kecil ku akan menyambut dengan senang hati terhadap
pertanyaan konyol seperti itu. Mengapa ada orang konyol yang mau terpancing
pendapat konyol? Mengapa ada orang yang tidak menerima terhadap sesuatu yang
seharusnya memang tidak bisa diterima? Mengapa ada orang merusak sesuatu
terhadap sesuatu yang tak harus dirusak?
Rembulan di atas kepala berlayar membarat, tak merubah haluan dari
angin yang masih saja bertiup. Berbicara tentang angin, aku selalu merasa
heran. “Mengapa angin selalu mengarah berlawanan dengan kita? Mengapa angin
selalu menghantam kita baik pelan maupun
kencang? Mengapa angin memberikan kesejukan?”
Selalu ada yang dipertanyakan setiap harinya.
Tulisanku terlahir sekali duduk. Aku duduk melahirkan tulisan. Aku
duduk dalam waktu yang ku suka. Aku menyukai duduk dan menulis.
Apakah ada pertanyaan?
Kamis,
0410’12
No comments:
Post a Comment