Dulu waktu kelulusan Aliyah di MAK An Nur, Bantul, Jogja. Untuk mengambil kelulusan saja saya harus melunasi beberapa tanggungan sekolah, saya sangat cemas, takut tidak mendapatkan surat tanda kelulusan dikarenakan saya tak bisa membayar tanggungan sebab beberapa faktor yang memang tak mendukung dalam keuangan keluarga pada waktu itu.
Akhirnya, saya disuruh membuat surat dispensasi hanya untuk mengambil pengumuman kelulusan. Sebenarnya tidak masalah kalau saya tidak mendapatkan pengumuman itu, toh saya percaya saya akan lulus dengan ijin Tuhan Esa, hanya saja waktu itu saya sudah berjanji dengan seorang sahabat yang sedang di RSUD Wonosobo untuk menengokkan pengumuman kelulusanku.
Setelah aku mendapatkan surat dispensasi, ternyata aku masih mempunyai hutang hafalan Tahfidz dengan seorang guru. Akhinya saya pun mencari-cari guru tersebut lalu setoran hafalan. Saya diberi kertas sebagai syarat pengambilan pengumuman kelulusan.
Saya berlari menuju kelas ingin segera mengambil pengumuman kelulusan. Sesampainya di kelas, ternyata wali kelas sudah tidak ada di tempat. Saya berlari lagi menuju ruang guru, ternyata beliau di sana. Beliau bertanya kepada saya.
"Kamu mantab kalau lulus?", tanya beliau.
"Mantab pak, saya sudah belajar, dan saya sudah berusaha, tentunya saya pasti lulus pak."
"Kalau pada kenyataannya kamu tidak lulus, lalu kamu mau apa?", tanya beliau lagi ingin menggoyahkan pendirian saya.
"Kalau saya tidak lulus, berarti Tuhan sedang berkehendak lain pak. Ya saya akan menganggap itu sebuah keberhasilan tertunda yang pertama dalam sejarah kelulusan saya pak." (sambil was-was)
"Hmmmm, ya sudah. Ini surat pengumumannya. Jangan lupa ketika buka baca bismillah.", beliau memberi saya amplop dan saya melesat pergi dari kantor.
Teman-teman heran melihat saya keluar dari kantor guru, mereka pada bertanya tentang apakah aku lulus atau tidak. Terus dan terus pertanyaan itu masuk ke telingaku. Aku hanya menjawab mereka dengan senyum dan senyum. Mereka seperti memiliki praduga dan prasangka yang begitu banyak, terutama antara aku lulus atau tidak.
Amplop pengumuman itu pun saya buka di depan kelas yang sepi. Ternyata sesuai yang saya batin. Saya Lulus. Hal itu tak begitu membuat saya bahagia banget.
Selesai membuka amplop, saya langsung berbaur dengan teman-teman. Mereka mengajak photo bareng dan mengajak makan-makan pada sore harinya. Sayangnya saya tidak mengikuti acara itu. Seusai photo bareng saya langsung bergegas pulang dan salin baju. Saya langsung menuju Wonosobo ingin menemui sahabat saya yang ada di RSUD Wonosobo.
Di perjalan menuju Wonosobo, saya tersenyum-senyum sendiri membayangkan teman saya tertawa dengan kelulusan saya. Bayangan dan angan-angan ingin melanjutkan kuliah di Mesir pun terlintas di dalam fikiran.
"Hehehe, pasti sahabatku yang mau copot infus tadi pagi ia akan senang.", fikir saya.
Sesampainya di Wonosobo sore hari, tepatnya jam 8 malam, saya langsung menuju RSUD. Betapa kagetnya saya ketika sampai sana saya tidak menjumpai sahabat saya. Bertanya ke sana ke mari tidak ada yang tahu, akhirnya saya menemui dokter yang menangani sahabat saya. Dokter bilang, teman saya sudah pulang dan sudah sembuh.
Mendengar perkataan dokter, saya merasa bahagia, ternyata tsahabat saya sudah pulang dari RS. Seketika itu juga saya langsung menuju rumahnya. Sesampainya di rumah sahabat saya, saya disambut dengan senyum ibu dan bapak sahabat saya. Saya merasa tambah bahagia.
Setelah dipersilahkan masuk, saya duduk di ruang tamu. Pembicaraanpun di mulai. Nada pembicaraan mulai terasa sedih. Beliau berdua berkata kalau sahabat saya sudah pergi dua hari kemarin sehabis operasi ginjal. Saya kaget bukan kepalang sekaligus tidak percaya. Padahal lima hari yang lalu sahabat saya menelpon kalau dia akan copot infus hari ini.
Tanpa munafik, saya menangis mendengar penuturan kedua orangtua sahabat saya.
Surat kelulusan yang hendak saya pamerkan tak jadi keluar dari selempitan buku diary yang di tulis sahabat saya. Angan-angan melanjutkan kuliah di Mesir berdua juga sirna seketika.
Hfff......
Sekian saja
No comments:
Post a Comment