Tuesday, 20 November 2012

Tentang Alasan Hujan



Ada satu alasan yang membuatku tetap mempertahankan cinta. Ada seribu alasan untuk ku tetap menepikan rasa. Di balik pandangan mata selalu ada hati yang menginginkan. Di antara jeda ada sesuatu yang tertunda.
Aku ingin berbicara tentang hujan yang sedari pagi enggan menerbitkan mentari walau secuil sinar yang mencoba mengintip dari bekas bolongan paku di atap rumah. Sajak-sajak becek yang dilahirkannya di badan tanah masih menyisakan bau cerita tentang kenangan. Ya… hujan selalu mengingatkan kenangan.
Dalam hari-hari kami, kabut tipis atau tebal yang melayang menyelimuti mata itu adalah hal biasa. Hujan pun datang juga biasa.
Hadir membawa tawa dan tangis pada manusia, pergi pun membawa tawa dan tangis pada manusia. Tidak sedikit dari mereka yang mencela kedatangan hujan dengan membandingkan mentari. Pun tidak juga banyak yang menginginkan kehadiran hujan untuk kehidupan.
Hujan adalah lagu dan tarian alam. Bukan tangisan langit atau proses jatuhnya air yang menguap dari bumi. Aku mengatakan lagu dan tarian sebab aku menyukai sya’ir-syair hujan yang datang dengan suara berbeda dari kalangan makhluk.
Satu senyum untuk manusia yang mencela hujan, satu senyum untuk manusia yang mengindahkan hujan. Tak ku lontarkan amarah pada setiap manusia yang pada dasarnya mereka adalah makhluk yang berfikir.
Di sudut sana kubangan air setinggi mata kaki diinjak oleh kawanan anak kecil yang tertawa. Di sepanjang jalan, kubangan air diarungi pelan oleh mereka yang berkendara roda dua. Roda empat melaju kencang tanpa merasa basah tubuh di dalamnya.
Ada jutaan alasan mengapa aku menikmati hujan dan kenangan. Ada sejuta alasan mengapa aku mencintai hujan.
Ada milyaran alasan jika aku ingin beralasan.

Wonosobo, 191112

No comments:

Post a Comment