Sunday 30 December 2012

Perjalanan Cinta Sang Kiyai (Mbah KH. Nawawi Abdul Aziz. Ponpes An Nur)




Tulus Rejo, sebuah desa kecil yang terletak di kabupaten Purworejo Jawa Tengah, masyarakatnya sebagian besar merupakan masyarakat agraris. Pada tahun 1925, di Tulus Rejo lahir seorang calon pemimpin umat. Nawawi, adalah nama yang dipilih orang tuanya. Sebuah nama yang menjadi doa agar mendapat keridhoan Allah Swt.

Masa kecil Nawawi tak jauh berbeda dengan anak-anak pada umumnya, namun berkat peran ayahnya, yaitu KH. Abdul Aziz yang memberikan kasih sayangnya dengan tulus kepada Nawawi membuat Nawawi kecil tumbuh menjadi seorang yang selalu semangat dan haus akan ilmu pengetahuan. Di saat usia tujuh tahun, Nawawi memulai karir belajarnya dengan masuk ke Sekolah Rakyat (SR) pada pagi hari, dan ketika sore masuk ke Madrasah Diniyah Al Islam Jono, sedangkan malam harinya dimanfaatkan untuk mengaji Al-Qur’an bersama ayahnya dan ditambah pula beberapa kitab dalam disiplin ilmu fiqh dan ushuludin. Pada saat usianya mencapai 13 tahun, ia mulai mengkaji kitab-kitab yang membahas ilmu Alat (nahwu, sharaf, sampai balaghoh) kepada seorang guru yang bernama KH. Ansori selama empat tahun.

Dengan kesabaran dan keuletan selama empat tahun belajar, akhirnya kemampuan dibidang ilmu Alat sudah dipandang cukup oleh Sang Guru. Kemudian perjalanan keilmuaannya berlanjut, Nawawi pun bersama kakak kandungnya, Muhamad Hasyim dikirim orang tuanya untuk belajar di Pondok Pesantren Lirab, Kebumen, yang di asuh oleh kyai Luqman. Setelah beberapa tahun belajar di pesantren ini, mereka pun dijemput untuk pulang. Tetapi bukan pulang untuk bersantai-santai, melainkan pulang untuk kembali lagi berkelana dalam menambah wawasan keilmuan mereka. Maka dari itu, ayah mereka mengantar  ke pondok pesantren Tugung Banyuwangi di bawah asuhan KH. Abas yang pada saat itu Indonesia dalam masa penjajahan Jepang.

Pada saat Indonesia mencapai kemerdekaanya, Nawawi dan kakaknya masih dalam tahap belajar di pondok tersebut. Setelah beberapa bulan hidup dalam kemerdekaan, Nawawi  pulang ke kampung halamannya untuk melepas kerinduan seorang anak  kepada orang tuanya. Tetapi siapa yang tahu apa yang dikehendaki yang Maha Kuasa, sebelum ia sempat kembali ke pondok, serdadu Belanda yang membonceng pasukan Inggris mendarat di Surabaya dan menyerang daerah Jawa Timur. Nawawi mengalami kesedihan yang sangat memilukan, pertama karena tidak pernah kembali ke pondok tersebut, kedua karena berpisah dengan kakak yang menemaninya belajar selama ini. Sang kakak pun juga demikian, tidak bisa menemui dan tidak lagi bisa menerima kiriman dari rumah. Akibatnya, terpaksa sang kakak menjual kitab-kitabnya  dari pondok ke pondok, dari kampung ke kampung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hingga pada waktunya, sang kakak menemui nasib baiknya dengan memperistri Masfufah putri H. Faqih dan bertempat tinggal di Banyuwangi bersama keluarga dan para santri santrinya.

Nawawi yang sedang pupus harapan karena kitab kitabnya tertinggal di pondok mulai bangkit untuk kembali menuntut ilmu, semangat belajarnya tidak pernah padam. Ia berpikir bagaimana mencari ilmu yang tidak membutuhkan biaya banyak karena membeli kitab-kitab. Kemudian ia pun memutuskan untuk menghafal Al Qur’an yang di masa mendatang akan menjadi jalan hidupnya sampai sekarang. Maka dengan meminta restu kedua orang tuanya, ia menuju sebuah pondok di Yogyakarta, yaitu pondok pesantren Krapyak di bawah asuhan KHR. Abdul Qodir Munawwir, putra KH.Munawwir pendiri pondok pesantren tersebut. Berkat kepatuhan dan ketaatan tentang apa yang dinasehatkan gurunya dalam tata cara menghafal Al Qur’an (yaitu antara menambah hafalan dan mengulang materi atau ayat yang sudah dihafalkan) maka dalam waktu tiga bulan ia sudah menghafal setengah juz dengan hafalan yang baik. Namun, jalan untuk mencapai sebuah cita-cita tidaklah selalu mudah tanpa hambatan apapun. Ketika Nawawi sedang menikmati masa menghafal Al Qur’an dengan keistiqomahannya dan semangatnya yang luar biasa, tanpa disangka berondongan peluru belanda terdengar dengan gemuruhnya serta pesawat perang belanda yang menurunkan pasukannya di lapangan Maguwo (sekarang Adi Sucipto) sebagai tanda dimulainya class kedua (duurstud). Maka suasana yang tenang dan syahdu tidak lagi ada di bumi Yogyakarta, akhirnya dengan berat hati dan untuk menyelamatkan diri, ia kembali ke kampung halamannya dengan jalan kaki bersama kawan-kawannya. Di kampung halamannya ia membantu para pejuang, walau selalu diawasi oleh musuh ia selalu mengulang hafalannya bahkan bisa menambah dengan kondisi keamanan yang kritis sebagai tabungan suatu saat disetorkan kepada gurunya.

Setelah enam bulan lamanya menunggu terdengar bahwa Yoyakarta telah aman dan belanda sudah pergi serta kembalinya presiden dari pengasingannya, maka Nawawi muda cepat-cepat kembali ke Krapyak dengan melewati jalur selatan guna menghindari dari   patroli belanda untuk melanjutkan menghafal Al Qur’an yang sempat tertunda karena keamanan yang tidak memungkinkan. Dengan rahmat Allah swt,  proses menghafal akhirnya  dapat ia selesaikan berkat ketekunan dan istiqomahnya, bahkan mendapat nilai yang baik  serta mendapatkan tempat di hati guru yang sangat sayang kepadanya. Dan sebagai puncak curahan kasih sayang gurunya maka gurunya KHR.Abdul Qodir menikahkan Nawawi muda dengan adiknya yang bernama Walidah. Namun sebenarnya Nawawi  muda  masih ingin melanjutkan belajarnya ke pondok pesantren Yanba ul Ulum  di bawah asuhan KH.Arawni Amin guna mengaji Al Qur an dengan qiro ‘ah sab’ ah maka setelah membicarakan masalah tersebut dengan gurunya, ia diberi pengarahan bahwa setelah menikah ia diperkenankan untuk melanjutkan belajarnya ke Kudus, akhirnya dilangsungkanlah akad nikah antara Walidah binti KH. Munawir yang khafidzoh dengan sorang  Nawawi muda  dari desa putra KH.Abdul Aziz yang hafidz juga pada tanggal 28 agustus 1952.

Setelah tujuh puluh hari kelahiran putra pertamanya, keinginan untuk belajar ke Kudus benar-benar terwujud, dengan meminta restu dari seluruh keluarga dan bekal yang cukup berngkatlah  Nawawi  yang sudah menjadi seorang ayah dengan meninggalkan istri dan anak yang amat dicintainya. Pada tahun 1955 beliau talah berhasil meyelesaikan belajarnya dengan baik dan menerima syahadah atau ijazah Qira’ah Sab’ah secara hafalan dari guru besar KH.Arwani Amin kudus, pada acara penyarahan syahadah K.H.R Abdul Qadir Munawir bersama Ny Walidah istri K.H Nawawi juga  datang sekaligus penjemputan untuk pulang ke Krapyak. Setelah beberapa bulan beliau tinggal bersama keluarganya maka K.H Nawawi bekeinginan untuk membawa anak dan istrinya kembali ke kampung halamannya di Tulus Rejo,  setelah meminta restu dari keluarga Krapyak pulanglah K.H Nawawi ke desanya dengan harapan dapat menyalurkan ilmu-ilmunya di daerahnya sekaligus menemani kedua orang tuanya yang sekarang sudah usia yang sudah senja. Di kampung halamannya beliau yang sudah menjadi kiyai muda lansung membuka pengajian-pengajian Al Qur an serta membuka Madrasah Ibtidaiyah kelas satu, dengan semangat tinggi menjadi guru sekaligus pengurus. Akhirnya sebagian muridnya itu dapat menyelesaikan belajarnya hingga kelas enam dan diproyeksikan menjadi tenaga pengajar bagi adik-adik kelasnya. Itulah cara yang ditempuh beliau untuk memajukan proses KBM di daerahnya dengan dana seadanya dan tenaganya sendiri mampu mendirikan sebuah madrasah.

Ketika K.H.R Abdul Qadir pemegang kepemimpinan Krapyak wafat  dan  digantikan oleh K.H.R Abdulloh Afandi  salah seorang putra K.H Munawir juga, saat itulah dibentuk pengadilan agama Bantul , sehubungan dengan itu dipanggilah K.H Nawawi untuk  ikut mendaftarkan  menjadi hakim agama agar lebih terjmin kebutuhan hidupnya sekaligus membantu mengajar di Krapyak dan akhirnya beliau diterima menjadi hakim keagamaan di Bantul bahkan menjadi ketuanya. Karena jarak tempat bekerja yang lumayan jauh maka beliau mengayuh sepada ketika berangkat ke kantor, dan sepulang dari kantor beliau sering mampir di sebuah masjid yang terletak di dusun Ngrukem ,Sewon, Bantul.  Karena keseringan beliau mampir di masjid itu, masyarakat mulai menganal sosok K.H Nawawi adalah orang pintar, maka masyarakat menyarankan beliau untuk tinggal di dusun itu, memang suatu jalan yang sudah digariskan yang Maha Kuasa beliau meminta restu dari keluarga untuk tinggal di dusun Ngrukem, setelah mendapat restu, beliau tinggal di dusun Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul bersama anak dan istrinya. Dengan tinggal di dusun Ngrukem beliau mendapat dua keuntungan pertama dekat dengan kantor kerjanya dan yang kedua sesuai dengan keiinginan untuk membuka pondok pesantren sendiri.

Di dusun Ngrukem beliau disambut baik olah masyarakat terutama anak cucu Mbah Shalih, dalam mengembangkan podok pesantrennya, beliau dibantu oleh H. Anwar hingga diberi rumah komplit  dengan pekarangan dan sawah secara hibah oleh orang tua H. Anwar yang bernama Ibu Hj. Dahlan dan didukung olah putra-putri beliau. Pada akhirnya di tahun 1978 bedirilah pondok pesantren putra-putri  An Nur Ngrukem, hingga kini dikala umur simbah Yai yang sudah sepuh beliau masih membimbing para santri dengan istiqomahnya walau sekarang hanya bisa menamani menjadi imam sholat lima waktu dan deresan subuh tiga juz serta para santri yang  belajar Qiro’ah Sab’ah, namun semangat beliau dan keistiqomahan beliau dalam mengajar santri-santrinya tidak pernah luntur dari dahulu hingga sekarang, bahkan ada yang mengatakan K.H Nawawi dari dulu hingga sekarang tetap sama dalam membimbing santri-santrinya. Pondok Pesantren An Nur terus berkembang tiap tahunnya. Hingga saat ini Pondok Pesantren An Nur memiliki pendidikan formal dari tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) sampai Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) An Nur.
   

      

Wednesday 26 December 2012

Agama Baru Itu Bernama Korupsi!




Kawan, inilah negeri di mana segala sesuatunya bisa menjadi nyata bisa juga cuma mimpi. di negeri ini pula apapun bisa terjadi, salah menjadi benar dan benar menjadi salah. bahwa sesungguhnya di negeri ini hanya ada dua pilihan baik atau buruk. tapi, di negeri ini pula pilihan itu menjadi tak jelas ketika telah dicampur aduk di sebuah sistem halal dan haram dalam berbangsa dan bernegara.

Kawan, sebelumnya mari kita sejenak menengadahkan kepala kita ke awang uwung sembari memberikan ucapan selamat kepada agama baru yang secara de facto telah diakui oleh negara, yakni ; agama korupsi.  bahwa agama korupsi itu ada nabinya, sahabat-sahabat nabi, imamnya dan tentu ada pula ada pengikutnya (jama’ahnya). dan konon kabarnya bahwa agama baru berserta pengikut-pengikutnya itu sangat dilindungi oleh negara.

Jika ada yang bertanya, kenapa korupsi dikatakan sebagai agama? ya karena ada umatnya. keberadaan mereka sangat jelas. baik itu personal, diam-diam maupun berjama’ah. jumlah jama’ah mereka pun disetiap tahunnya bertambah dengan sedemikian pesatnya. jika pengikut agama baru itu sudah sedemikian banyaknya. apakah mungkin agama baru beserta pengikut-pengikutnya bisa diberantas?

Lantas, apa pula yang bisa dilakukan terhadap agama yang ternyata diam-diam telah disyahkan oleh negara?

melawan mereka?
memberontak terhadap mereka?
“hm, ente bisa apa brader?!”


Jika ada upaya-upaya pemberantasan melalui upaya-upaya hukum (ancaman hukuman dan sanksi hukum) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga peradilan (secara umum) dan komisi pemberantasan korupsi (secara khusus) saya anggap tidak lebih dari sekadar upaya menimbulkan efek jera semata. belum sampai ke titik yang paling menakutkan bagi pelaku dan calon-calon pelaku korupsi di kemudian hari.

Betapa tidak ancaman hukuman dan sanksi hukum yang diberikan tersebut nyata-nyata telah sangat melukai hati nurani segenap anak bangsa yang selama ini berpihak dengan upaya penegakan hukum yang adil jujur dan berwibawa. sangat tak sebanding antara kejahatan mereka dengan sanksi hukum yang diberikan oleh penegak hukum.

So? jika kita telah tidak percaya lagi dengan lembaga penegak hukum. apakah kita (rakyat?) mesti membuat kesepakatan bersama bahwa pengikut-pengikut agama baru itu di suntik mati? di gantung di monas? di hukum pancung? di larung ke sungai yang banyak buayanya? atau?

Kawan, walaupun sesungguhnya kita sudah sangat muak dan jijik dengan agama baru beserta pengikut-pengikutnya itu. namun ini negara hukum dan didirikan dengan landasan hukum yang kokoh, berkesinambungan dan berkeadilan atas nama kedaulatan rakyat. sangat tak memungkinkan kita bertindak melampaui tata atur dantraktat hukum yang berlaku di negeri ini.
tak ada salahnya jika kita memberikan kepercayaan penuh kepada aparat penegak hukum untuk memberangus agama tersebut. walaupun sesungguhnya kepercayaan kita kepada para hamba hukum untuk menegakkan hukum dengan cara yang adil, jujur dan berwibawa semakin menipis.

Namun, bagaimanapun dan skeptis apapun kita melihat kemunduran penegakan hukum di negeri ini yang utama kita jangan pernah menyerah untuk tetap mengawal dan mengkritisi para hamba hukum agar senantiasa melek, dan tidak buta tuli dengan kegeraman segenap anak bangsa terhadap kebejatan moral agama korupsi itu dan segelintir pengikut-pengikutnya (koruptor).

Jika di mana-mana kita berkata lantang “berani jujur itu hebat!”
maka di mana-mana pula koruptor itu akan berkata dengan lebih lantang lagi, “berani jujur itu goblok!” 

Begitu seterusnya. dan inilah Indonesia Raya.

akan tetapi duhai kawan-kawanku, tetaplah bergerak. jangan pernah berhenti!
dan percayalah bahwa Sang Kausa Prima senantiasa memimpin barisan kecil ini untuk jadi pemenang.


Akhirnya, kepada pejuang-pejuang di jalanan, di facebook, di twitter dan di berbagai media sosial lainnya termasuk media jurnalisme warga serta di berbagai tempat pertapaan; “bahwa, sesungguhnya lawan-lawan sekaligus musuh-musuh negara (rakyat) telah sangat jelas dan menjelaskan”.

bersiap-siaplah!!!

serambi sentul, 18/12/2012
arrie boediman la ede



kawan, inilah negeri di mana segala sesuatunya bisa menjadi nyata bisa juga cuma mimpi. di negeri ini pula apapun bisa terjadi, salah menjadi benar dan benar menjadi salah. bahwa sesungguhnya di negeri ini hanya ada dua pilihan baik atau buruk. tapi, di negeri ini pula pilihan itu menjadi tak jelas ketika telah dicampur aduk di sebuah sistem halal dan haram dalam berbangsa dan bernegara.
kawan, sebelumnya mari kita sejenak menengadahkan kepala kita ke awang uwung sembari memberikan ucapan selamat kepada agama baru yang secara de facto telah diakui oleh negara, yakni ; agama korupsi.  bahwa agama korupsi itu ada nabinya, sahabat-sahabat nabi, imamnya dan tentu ada pula ada pengikutnya (jama’ahnya). dan konon kabarnya bahwa agama baru berserta pengikut-pengikutnya itu sangat dilindungi oleh negara.
jika ada yang bertanya, kenapa korupsi dikatakan sebagai agama? ya karena ada umatnya. keberadaan mereka sangat jelas. baik itu personal, diam-diam maupun berjama’ah. jumlah jama’ah mereka pun disetiap tahunnya bertambah dengan sedemikian pesatnya. jika pengikut agama baru itu sudah sedemikian banyaknya. apakah mungkin agama baru beserta pengikut-pengikutnya bisa diberantas?
lantas, apa pula yang bisa dilakukan terhadap agama yang ternyata diam-diam telah disyahkan oleh negara?
melawan mereka?
memberontak terhadap mereka?
“hm, ente bisa apa brader?!”
jika ada upaya-upaya pemberantasan melalui upaya-upaya hukum (ancaman hukuman dan sanksi hukum) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga peradilan (secara umum) dan komisi pemberantasan korupsi (secara khusus) saya anggap tidak lebih dari sekadar upaya menimbulkan efek jera semata. belum sampai ke titik yang paling menakutkan bagi pelaku dan calon-calon pelaku korupsi di kemudian hari.
betapa tidak ancaman hukuman dan sanksi hukum yang diberikan tersebut nyata-nyata telah sangat melukai hati nurani segenap anak bangsa yang selama ini berpihak dengan upaya penegakan hukum yang adil jujur dan berwibawa. sangat tak sebanding antara kejahatan mereka dengan sanksi hukum yang diberikan oleh penegak hukum.
so? jika kita telah tidak percaya lagi dengan lembaga penegak hukum. apakah kita (rakyat?) mesti membuat kesepakatan bersama bahwa pengikut-pengikut agama baru itu di suntik mati? di gantung di monas? di hukum pancung? di larung ke sungai yang banyak buayanya? atau?
kawan, walaupun sesungguhnya kita sudah sangat muak dan jijik dengan agama baru beserta pengikut-pengikutnya itu. namun ini negara hukum dan didirikan dengan landasan hukum yang kokoh, berkesinambungan dan berkeadilan atas nama kedaulatan rakyat. sangat tak memungkinkan kita bertindak melampaui tata atur dantraktat hukum yang berlaku di negeri ini.
tak ada salahnya jika kita memberikan kepercayaan penuh kepada aparat penegak hukum untuk memberangus agama tersebut. walaupun sesungguhnya kepercayaan kita kepada para hamba hukum untuk menegakkan hukum dengan cara yang adil, jujur dan berwibawa semakin menipis.
namun, bagaimanapun dan skeptis apapun kita melihat kemunduran penegakan hukum di negeri ini yang utama kita jangan pernah menyerah untuk tetap mengawal dan mengkritisi para hamba hukum agar senantiasa melek, dan tidak buta tuli dengan kegeraman segenap anak bangsa terhadap kebejatan moral agama korupsi itu dan segelintir pengikut-pengikutnya (koruptor).
jika di mana-mana kita berkata lantang “berani jujur itu hebat!”
maka di mana-mana pula koruptor itu akan berkata dengan lebih lantang lagi, “berani jujur itu goblok!” 
begitu seterusnya. dan inilah Indonesia Raya.
akan tetapi duhai kawan-kawanku, tetaplah bergerak. jangan pernah berhenti!
dan percayalah bahwa Sang Kausa Prima senantiasa memimpin barisan kecil ini untuk jadi pemenang.
akhirnya, kepada pejuang-pejuang di jalanan, di facebook, di twitter dan di berbagai media sosial lainnya termasuk media jurnalisme warga serta di berbagai tempat pertapaan; “bahwa, sesungguhnya lawan-lawan sekaligus musuh-musuh negara (rakyat) telah sangat jelas dan menjelaskan”.
bersiap-siaplah!!!
serambi sentul, 18/12/2012
arrie boediman la ede

Tuesday 25 December 2012

Sanad Ngaji Al-Qur’an kaleh mbah Nawawi Abdul ‘Aziz (Qira’ah Imam ‘Ashim menurut riwayat Imam Hafsh) Pondok Pesantren An Nur Ngerukem, Sewon, Bantul, Yogyakarta.




Bismillahirrohmanirrohim


Nabi Muhammad SAW
‘Utsman bin ‘Affan. ‘Ubay bin Ka’ab. Zaid bin Tsabit. Ali bin Abi Tholib
Abdur Rahman As Salma
Al Imam Al ‘Ashim
Al Imam Hafsh
‘Ubaid Ibni Ash Shobbagh
Syaikh Abil ‘Abbas Al Asynany
Abil Hasan Thohir
Al Hafidh Abi ‘Amr Ad Dany
Ibnu Daud Sulaiman bin Najah
Al Imam Abil Hasan bin Hudzail
Al Imam Abi Qosim Asy Syathiby
Al Imam Abil Hasan bin Asy Syuja’ bin Salim bin ‘Ali bin Musa Al ‘Abbasy Al Mishry
Al Imam abi ‘Abdillah  Muhammad bin Kholiq Al Mishry Asy Syafithy
Syaikh Ahmad ibn Al Jazary
Syekh Ahmad As Suyuthy
Syaikh Zakaria Al Anshory
Syaikh Namiruddin Ath Thoblawy
Syaikh Tahazah Al Yamany
Syaikh Saifuddin bin Athoillah Al Fadlali
Syaikh Sulthon Al Muzahy
Ali bin Sulaiman Al Manshury
Syaikh Hijazy
Syaikh Musthofa Abdur Rohman Al Azmiri
Syaikh Ahmad Ar Rosyidi
Syaikh Ismail
Syaikh Abdul Karim bin H. Umar Al Badri Ad Dimyathy
KH. M. Munawwir
KH. Abdul Qadir Munawwir
KH. Nawawi Abdul ‘Aziz
Muhammad Ngafif Sahri

Friday 21 December 2012

Perjalanan Ku Cerita Tentangmu



Baru saja malam menepi menanti sang mentari, menanti kehangatan datang memberi pancaran cahaya kehidupan. Tapi, tuhan tak berpihak pada sang malam. Pagi yang cerah dinanti malam, tersatir awan mendung hitam karena langit baru saja menangis, kabut pagi pun menari di sela-sela intipan matahari yang bersinar sedikit malu-malu. Embun pagi dan bekas tetesan hujan masih melekat pada daun-daun hijau yang tampak basah.

            Di pojok sana baru saja daun talas meneteskan air di atas kolam, membuat gelombang yang terus membesar dari sebuah titik kecil. Nyanyian burung terdengar merdu pagi ini, walau sedikit sedih tapi tetap terdengar merdu di antara kabut-kabut putih.

Dari pojok sana setelah memasuki gerbang bangunan bercorak Joglo, sebuah masjid besar berwarna putih berlantai dua berdiri di depan pondok. Beduk yang kusam, menghias di samping kiri serambi dengan dua kentongan dari kayu jati kira-kira berumur ratusan tahun.

Udara di desa ini memang terasa dingin sekali, hawanya yang kata orang-orang pribumi seperti di Eropa waktu musim dingin, dipenuhi dengan kemalasan dan hasrat untuk kembali berselimut waktu pagi, terlebih memasuki musim pancaroba seperti ini, brrrrrr dingin bangeet.

Dua gunung yang berdiri kokoh di ufuk timur menjadi penghias mata kala mentari menyapa hangat mengintip dari baliknya. Tampak indah dengan sinar mega merahnya yang menyorot dinding langit timur.

Suara santri mengaji terdengar kompak dari serambi masjid. Menafsirkan ayat perayat sudah menjadi hal yang biasa bagi para ustadz agar para santri dapat memahami al-Qur’an secara mendalam dan mudah menerimanya, dan ini merupakan salah satu metode jitu agar para santri dapat menghafalkan al-Qur’an dengan cepat dan mengena. Tak hanya hafal saja, tetapi santri dituntut dapat mengamalkan setiap penafsiran yang terkandung dalam al-Qur’an tersebut walau tidak secara langsung.

Dari gedung sebelah selatan, berdiri kokoh dinding bangunan bercorak modern tingkat tiga, inilah pondok atau asrama putra. Dari setiap kamar yang terlihat menggambarkan rasa tersendiri oleh orang memandang. Tepat di tengah-tengah lantai bawah adalah kamar pengurus dan kantor pengurus putra. Di sampingya sebuah warung kopi kecil tempat para santri biasanya ngopi bareng atau sekedar menikmati cahaya mentari dulunya. Sekarang warung tersebut ter_aling-aling bangunan baru berlantai tiga sehingga tak ada cahaya kehangatan yang memancar mengena.

Di gedung sebelah utara, pondok putri dengan rapat tertutup kordeng berwarna merah, entah itu menandakan apa, yang jelas tampak indah dengan pesonannya, aula menghiasi lantai bawahnya, biasa tempat ini di gunakan untuk mengaji, sama halnya dengan dengan pondok putra, santriwati pun juga mengaji tafsir, biasanya di selingi dengan tambahan mufrodat-mufrodat bahasa Arab atau vocabulary bahasa Inggris sebagai tambahan wawasan agar tak ketinggalan dengan perkembangan zaman.

Sebelah timur aula adalah rumah Kiyai atau biasa ndalem dalam istilah pondok pesantren. Berhiaskan dua pohon kecil di depannya dan bersanding kolam ikan. Begitu asri tapi sedikit menyeramkan karena ini adalah daerah yang di keramatkan oleh para santri.

sudah lama aku di sini
menimba dan terus menggali
mengapa pagi ini aku baru menyadari
sejuknya kalam tak pernah aku temui
dalam relung pesisir hati tak pernah aku mengerti
hina diri tak pernah terselami
aku terpuruk dalam himpitan ilmu
dalam indahnya problema yang dikandungnya
                                                            al-asy', 29042011

^<<<>>>^

malam ini...
kerlip bintang menyapa ku malu
aku tak tahu apa yang ada di balik itu
setiap siang menepi
selalu saja ada satu bintang yang tampak bersinar terang
dikala kabut malam menyapa
di tengah himpitan dingin yang menusuk sum-sum
di balik kerudung kelam....
aku masih tetap bertanya
apa yang ada di balik malam...
sepertiga malam menemaniku
dalam sunyi yang menyapa
ku membaca malam lewat angin
tak kurasa sang bayu di sepertiga malam ini...
ku hisap rokok tuk menemani
memecah malam membaca kelam...
sebentar lagi malam menepi
walau sang bulan malas tuk pergi....
pagi terus kan datang mengganti sunyi
seribu harapku dalam sejuta anganku
dambakan malam terus berbintang
di balik kerudung kelam bersama kabut malam
aku terus membaca malam
tersungkur di hamparan tanah
tersujud memelas...
surya yang menanti pagi
tak pernah ku harap ia kan datang
sebab aku merindukan malam
kelam bersama cumbu merayu-Nya...
dalam tangisan sepertiga malam...
Tuhan tolong dengarkan
bisikan ku di sepertiga malam....
dalam kelamnya malam
dalam jiwa yang tenang...
                        al-asy', 28042011


 “ Kau masih ragu untuk melangkah? Bukankah telah kau tetapkan dalam tekad mu untuk terus berjalan? Kau ini bagaimana, belum berjalan saja kau sudah tak yakin, padahal kau yang merancang perjalanan dirimu.”, Denai berkata padaku.

            “ Bukan seperti itu Den, aku hanya belum siap dengan kenyataan yang akan terjadi nantinya, aku telah merancang semua ini tapi aku tak tahu kehendak-Nya, boleh saja aku merancang merencanakan semua ini yang menurut diriku semua akan sukses, tapi aku masih ingat Dia, di atas semua rencanaku masih ada yang menentukan perjalanan ini akan berhasil atau tidak, aku belum siap Den jika nantinya aku terjatuh di tengah jalan saat melangkah.”, sambil menarik nafas dalam ku jeda perkataanku.

            “ Hahahaha…..Awak….Awak…. kalau seperti itu yang kau hadapi. Mengapa tak kau pasrahkan saja semua urusan ini pada-Nya, itu jika memang kau ingat Dia seperti apa yang kau katakan tadi. Ingat Wak!!! Di balik semua perjalanan itu ada pelajaran yang bisa diambil, tinggal bagaimana kau menyikapinya, jika sebelum berjalan saja sudah menyerah, sama saja kau kalah sebelum bertanding.  Sudahlah…… Kau pasrahkan saja semua urusan mu pada-Nya, aku berani jamin, kau akan tenang nantinya. Jangan kau tambatkan semua harapan mu pada manusia, bisa saja suatu saat nanti kau akan kecewa. Tambatkanlah semua harapan pada-Nya, semua tak ada yang sia-sia dari apa yang dicipta-Nya. Kau mengerti kan kawan..???”

            Aku mengangguk pelan sambil berfikir apa yang dikata Denai padaku sambil tersenyum penuh arti sebuah suport penyemangat terhadap diriku.

            “ Nah…. Begitukan lebih baik, sekarang ambillah wudhu, kau sholat dua roka’at mengharap ketenangan hati pada-Nya, biar kawan ku ini tenang lah…… berkacalah kau! Muka kau kusut sekali seperti tak pernah mandi, hahaha….”, suruh Denai pada diriku yang memang tampak kusut setelah aku berkaca di kamar mandi.

            Kisah ini begitu panjang tetapi sangat singkat ketika dituturkan oleh kedua bibir yang membacanya. Entah bagaimana aku memulai langkah kaki setelah sekian lama terseok mencari tentang apa arti hidup ini. Dari mata yang memandang ini tampaklah seperti sebuah cerita biasa yang tiada artinya, tetapi sangatlah indah ketika sebuah hati memandang dengan perasaan.

            Kejadian itu sudah berlangsung 8 tahun yang lalu, saat aku masih terpuruk dalam kebebasan rumah dan lingkungan sekitar. Aku adalah seorang lelaki yang ingin terus berjalan mencari arti dari sekian juta persepsi. Langkah pertamaku adalah awal kesuksesanku, tinggal bagaimana aku mengayunkan langkah kakiku selanjutnya. Akhir tidaklah begitu penting bagiku, proses ayunan langkahlah yang menentukan akhirku. Kalau toh nanti aku terjatuh di akhir, setidaknya aku telah meminum garam di tengah perjalanan saat melangkah. Sebuah prinsip yang tertanam dalam hatiku “PERUBAHAN”, ya sebuah perubahan yang harus berarti untuk membentuk jiwa yang terpuji.

“Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti”, kata seorang teman padaku lewat sebuah film kecil yang di buatnya diangkat dari sebuah novel religi yang sangat membangun dan patut diacungi jempol.

            Disini dikala semua terasa asing dengan panorama yang berbeda dan mentari yang sama, aku terduduk di dalam buaian bersanding sebuah kitab kuno yang kata orang ini adalah warisan seni tulis dari yang Empunya agar bisa diambil manfaatnya. Tak habis pikir, hawa dingin di desa ini begitu menusuk tulang sampai sum-sum dan tak kuat pula grahamku menggerutu menahan sakit. Delapan tahun sudah berlalu aku disini dengan berjuta kenangan jauh dari tanah perantauan.

            “Seperti apa tanah kelahiranku saat ini..?”, gumamku dalam hati. Pandanganku melayang pada usia tahun kepergianku kala delapan tahun silam. Teringat olehku senda gurauku pada seorang sahabat yang sangat semangat memberi dukungan dan tak luput mengingatkanku pada-Nya kala aku khilaf.

            Denai, ya itu dia nama yang masih terngiang selama ini, sesosok orang yang membawaku pergi dari tanah kelahiran di pulau seberang menuju desa ini, desa yang terkenal dengan makanannya yang khas dan pengairannya yang tak pernah habis. “Kalibeber”, sebuah nama yang selalu dikatakannya di bawah temaram malam saat rembulan meredup di tengah kelam berkabut tanah seberang.

            Entah rasa apa yang bercokol pada hatiku pada saat itu, saat menghabiskan malam bersanding kopi dengan lontaran cerita masing-masing, tiba-tiba saja aku ingin datang ke desa ini seperti apa yang dikatakan Denai sahabatku. Sebuah desa yang begitu asri dengan Al-Qur’an Akbar yang menghiasi sebuah pondok pesantren dengan seorang Kiyai Sepuh yang aku pun berada di dalamnya sampai saat ini.

            Fikiranku masih menyangkut tertinggal di tanah seberang, tak terasa ada hujan di pipi teringat sebuah malam saat aku berkemas hendak melangkah ngangsu di desa ini. Sebuah kabar datang dari gema surau tentang kematian Denai, sesosok sahabat yang membawaku sampai ada disini (walau hanya harapannya yang membawaku datang kesini). Mendung di mata yang tumpah menjadi air hujan di pipi ini tak terbendung mengucur memoles wajah hitamku. Banyak orang merasakan ini, tapi dadaku merasakan hal yang lebih dari banyak orang yang merasakan, karena ini adalah hal pertama dalam hidupku. Sahabat kecil yang mengisi hari di serambi surau dekat rumah Pak Lurah dengan senyum dan tawa saat siang digilas mentari, saat harapan hampir mati.

            Cerita singkat yang tak kuasa aku melanjutkannya, sampai saat ini sakitnya masih terasa saat kehilangan. Ku layangkan kembali fikirku setelah kejadian malam itu sampai esok pagi dengan air mata kehilangan, ku langkahkan kaki tanpa sungkem bahkan pamit orang tua. Hanya bermodal pasrah ku lanjut bersangukan perlindungan dan penjagaan-Nya, bismillah ku naiki sebuah mobil yang membawaku sampai desa ini hingga saat ini.

Sebuah perjalanan panjang namun terasa singkat dituturkan. Pagi ini bersama laju roda berputar, di temani kabut pagi dan sedikit cahaya matahari yang tampak malu di balik awan, butiran huruf kembali tertulis bersama ukiran kenangan dan langkah waktu berjalan. Tak pernah aku paham akan keberadaanmu, kau selalu hadir dalam fikirku tanpa ku sadari kau telah menjadi bagian dalam anganku, berjuta-juta kata syair tertuang dalam catatan yang telah kusam ini, lembar demi lembar terukir kisah tentang mu. Di balik semua ini hanya satu harapku. Pada-Nya ku memohon kebahagiaanmu, karena dirimu aku tahu.

                                                                                                         
  Kalibeber, 20-11-2011



Thursday 20 December 2012

Dawuh Cinta Seorang Kiyai (KH. Nawawi Abdul Aziz dan Santri Pondok Pesantren An Nur, Ngerukem, Sewon, Bantul, Yogyakarta)



Assalamu'alaikum Wa Rohmatullohi Wa Barokaatuh

Kepada putra-putra dan putri-putriku tersayang ! Aku hendak menyampaikan nasehat kepada kalian, baik yang hendak menghafal Al-qur'an, yang sedang menghafal ataupun yang sudah berhasil khatam al-Qur'an Bilhifdzi di Pondok Pesantren An Nur ini. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Amin.

Namun hendaknya terlebih dahulu dicatat, bahwa nasehat seorang guru kepada muridnya adalah sebagaimana nasehat seorang ayah terhadap anak-anak kandungnya, dimana nasehat itu keluar dari rasa kasih sayang yang membuahkan rasa ingin akan keberhasilan putra-putrinya dan rasa khawatir akan kegagalan mereka. Bahkan ia akan lebih senang jika mereka berhasil mengungguli dalam segala hal yang dianugerahkan Allah kepada mereka.

Kemudian perhatikan nasehat ini !

I. MENGHAFAL AL-QUR'AN

Menghafal Al-Qur'an bisa diharapkan berhasil dengan baik jika memenuhi syarat-syarat dan tata cara sebagai berikut :

A. Syarat-syarat :
     1. Himmah 'Aliyah / cita-cita yang tinggi, tekad yang bulat sehingga tidak takut memikul beban walaupun kelihatannya  berat. (Ora wedi kangelan)
     2. Mendapat dukungan penuh dari orang tua, kecuali yang mampu mandiri/berdikari.
     3. minimum mempunyai otak/kemampuan menghafal yang sedang, sebagai modal dasar.
     4. Tadarus seimbang antara menambah hafalan dan takrar/mengulang yang sudah dihafal secara kontinyu. Sebab tanpa demikian yang sudah dihafal akan hilang, atau minimal hafalannya tidak tambah.
     5. Tidak berbuat maksiat dan tidak makan makanan serta minum minuman yang haram.
     6. Mentaati irsyad guru dan mendapatkan waktu yang cukup.
     7. Sabar dan tidak gampang menyerah.

B. Kaifiyat / Cara-cara :
     1. Maqro' yang akan dihafalkan lebih dahulu ditashihkan dengan dibaca binnadzhor di depan guru atau pembantunya. Kemudian dihafalkan ayat per-ayat. Yakni: jangan pindah ke ayat ke-dua sebelum ayat ke-satu hafal, dan kemudian baca sekaligus berulang-ulang dengan hafalan untuk siap disetorkan/diajukan kedepan guru.
      2. Tekun tadarus seimbang dan mudarosah dengan teman-temannya.

II. TINGKATAN CARA TADARUS

Tadarus mempunyai tiga tingkatan :
1. Tadarus terbaik : yaitu membaca dengan tartil, fashih, suara keras dan telaten.
2. Tadarus baik : yaitu membaca dengan tadwir, fashih, suara keras, dan telaten.
3. Tadarus kurang baik : yaitu membaca dengan hadar dan fashohah
keterangan: Tartil : pelan-pelan. Tadwir : tengah-tengah. Hadar ; cepat. Fashih : sesuai dengan ilmu tajwid. Telaten : mengulangi (dengan membaca yang benar) ketika bagian-bagian dari kalimah atau huruf atau harokat yang terbaca salah atau tertinggal atau tidak adil dalam membaca beberapa mad far'i atau beberapa ghunnah yang berdekatan.

Baiknya musyafahah belumlah menjamin beiknya bacaan. Dan ketekunan tadarus hanya untuk melatih ingatan otak belaka. Oleh karena itu, setelah kalian membaca bacaan yang baik dalam musyafahah dan telah hafal, agar hafalan yang baik itu terjaimn dan terbiasa menjadi hafalan yang baik, maka diperlukan tadarus yang baik, dengan tekun dan terus menerus. dengan demikian, kita akan berhasil mengantongi dua kepentingan secara terpadu. Yaitu melatih otak dan mulut/lesan.

Untuk memperolah tadarus yang baik maka haruslah kita upayakan dengan membaca secara fashih, pelan-pelan atau sedang, suara keras dan lantang disertai ketelatenan yang tinggi. Kalau membaca seperti ini sudah menjadi kebiasaan maka kita akan memperoleh dua keuntungan sebagaiberikut :
1. Terbiasa fashih berfaidah tertutupnya yang tidak fashih.
2. Terbiasa pelan-pelan akan membawa keuntungan lebih mantab dan lebih kokoh hafalan dalam hati dan lesan tanpa tergoyahkan. Sehingga jika diharuskan untuk membaca dengan cepat akan tetap mampu dan tidak tergoyahkan. Berlainan dengan orang terlanjur terbiasa membaca dengan cepat, jika dia membaca dengan pelan-pelan hafalannya menjadi goyah. Sehingga dia membaca dengan konsentrasi pikiran sambil menggeram mulut. Dan untuk dapat ingat kembali ia harus mengulang dengan bacaan yang cepat. Maka muncullah istilah jawa, "Kulino alon biso cepet, kulino cepet ora biso alon"

Anak-anakku !
Membaca dengan suara keras atau lantang itu besar sekali manfaatnya. Karena hal itu akan mlicin dan melemaskan mulut. hal itu menjadi bagian dari upaya mencapai keterampilan dan kelancaran mulut. Di samping itu, membaca dengan suara keras dan lantang akan melatih kekuatan membaca dan kekuatan suaranya.

Biasanya murid baru akan merasa capai dan habis atau serak-serak suaranya. Hal itu bukan merupakan halangan tetapi menjadi tanda bahwa latihan yang akan membawa keberhasilan sudah mulai berjalan dengan baik. Maka teruskan saja, Insya allah nanti setelah kira-kira sebulan, rasa capai dan serak-serak itu akan hilang dengan sendirinya.

III. UNTUK PUTRA/PUTRI YANG SUDAH KHATAM AL-QUR'AN BILHIFDZI

Rosululloh bersabda :
ahlul qur'ani ahlullohi wa khooshshotuhu (HR. An-nisa'i)
"Ahli Qur'an adalah ahli allah dan orang pilihan-Nya"

Putra-putra dan putri-putriku !
Aku berwasiyat kepada diriku dan kalian untuk senantiasa taqwa kepada Allah SWT. Dengan anugerah Allah, kalian menjadi orang-orang yang hafal Qur'an. Maka pertama kalaian harus wajib bersyukur kepada Allah dengan disertai penuh rasa puas atas anugerahNya itu. Kemudian hendaknya kalian menghormati Al-Qur'an yang ada dalam dada kalian itu, usahakanlah agar dada itu sebagai tempat yang bersih dan nyaman bagi Al-Qur'an kalian. Jangan dikotori dengan hafalan-hafalan yang bertentangan dengannya. Tidak ada plihan lain, karena Allah telah memilihkan Al-Qur'an untuk kalian.

Tersebut dalam Al-Qur'an yang alih bahasanya : "tidak meninggalkan kebodohan sedikitpun orang yang ingin mengganti sesuatu yang telah dilahirkan (menjadi pilihan) Allah." Kemudian hendaknya kalian menjaganya dengan mudarosah yang cukup sebagaimana cara mudarosah yang baik seperti tersebut di atas, sebagai ibadah wajib kalian. INGATLAH bahwa "MELUPAKAN HAFALAN AL-QUR'AN ADALAH BESAR DOSANYA", karena al-Qur'an adalah teman yang paling mulia. Juga kalian hendaklah melakukan sima'an-sima'an dan hargailah orang lain untuk membaca sima'an juga. juga kalian hendaknya mengkhatamkan Al-Qur'an dalam sholat terawih.

Putra-putra dan putri-putriku !
Hendaknya kalian menanamkan himmah untuk mempelajari Ulumul-Qur'an baik mengenai tafsir maupun ilmu lainnya, meskipun sudah menjadi pengasuh. Kemudian mengasuh Al-Qur'an dan memasyarakatkannya semata-mata karena Allah. Tanamkan dalam hati sanubari bahwa kalianlah yang pertama-tama dipanggil untuk mengamalkan isi Al-Qur'an dan menghormatinya. Berikanlah contoh kepada masyarakat sebagai dakwah bil hal agar di tengah masyarakat Al-Qur'an terhormat tidak terhina.

Semua yang saya uraikan di atas adalh Haqqul-Qur'an. Dengan menetapi dan menepati haqqul-Qur'an tersebut, sebisa mungkin kalian pantas menjadi AHLULQUR'AN dan sebagai "HAMILU RAYATIL ISLAM", Amin. Jangan dikira bahwa ahlulqur'an akan disengsarakan hidupnya di dunia ini. Itu TIDAK BENAR.

Putra-putriku !
Di dalam berteman dengan Al-Qur'an, baik bagi yang sedang menghafal maupun kalian yang sudah khatam dan yang sudah menjadi pengasuh Al-Qur'an termasuk orang tua yang miskin ini, tidaklah lepas dari kendala dan ujian dari Allah SWT. Namun kalian harus tahu, bahwa setiap kita mampu melewati kendala dan ujian itu berarti kita naik pangkat.

Oleh karena itu bersabarlah. Sabar dan tahan uji sambil mohon perlindungan dan mohon kekuatan lahir batin kepada Allah. Tawakkal/berserah diri kepada Allah dan yakin akan pertolongan Allah. Mudah-mudahan Allah mengampuni kesalahan kita. menerima amal kita dan mengabulkan permohonan kita. Amin Ya mujibassaailiin.

Wassalamu'alaikum Wa Rohmatullohi Wa Barokaatuh.

K.H. Nawawi Abdul Aziz

Friday 14 December 2012

Ajaran Wayang dan Budaya Jawa untuk Manusia Indonesia


Lima ajaran pokok tentang kebenaran yang diajarkan dalam lakon wayang adalah :

1. Manembah (menyembah kepada Tuhan Yang maha Esa dan Kuasa)
2. Menepi (sabar, instropeksi diri, dan menghindari pertengkaran)
3. Maguru (berguru mencari ilmu pengetahuan)
4. mangabdi (mengabdi kepada keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara serta agama)
5. Makarya (bekerja tanpa pamrih untuk mencukupi kebutuhan dan mencapai kesejahteraan)

Banyak cerita dalam lakon wayang yang mengungkapkan ajaran "Jer Basuki Mawa Bea", yang artinya "siapa yang menginginkan kebahagiaan harus ada pengorbanannya". "Sapa Nandur Bakal Ngundhuh", artinya "siapa yang menanam kebaikan atau keburukan akan memperoleh hasilnya yang berupa kebaikan atau  keburukan".



Terkait dengan nilai-nilai budaya Jawa yang secara nyata memiliki pengaruh kuat dan berperan dalam kehidupan masyarakat Jawa khususnya, pembentukkan dan peningkatan watak sangat dibutuhkan agar tercapai kualitas manusia yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Pembentukkan dan peningkatan watak yang baik sangat penting artinya bagi pembangunan bangsa dan negara.

Fanz Magnis Suseno (1985), mengemukakan bahwa etika itu adalah upaya keseluruhan norma penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat tertentu untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya mengetahui kehidupannya.

Contoh mengenai upaya pembentukkan watak dan karakter yang baik dan jati diri yang kuat ternyata dapat diupayakan melalui media wayang kulit "PURWA" yang memiliki nilai pendidikan moral dan gambaran simbol-simbiol kehidupan yang baik maupun kehidupan yang buruk. Wayang di samping sebagai tontonan (hiburan), ternyata mengandung muatan tuntunan dan gambaran prilaku manusia, sehingga bagi masyarakat Jawa wayang dianggap sebagai contoh teladan.





Manusia yang baik menurut format etika Jawa adalah manusia yang menganut tiga prinsip, yaitu:

1. Prinsip Kerukunan
         Bertujuan agar masyarakat dalam kondisi tentram dan damai tanpa adanya konflik.
2. Prinsip Kehormatan
    Bertujuan untuk membuat harmonis hubungan antar individu dalam kelompok masyarakat demi     kepentingan bersama
3. Prinsip Keselarasan
         Bertujuan agar setiap individu menghindar dari berbagai hal yang menimbulkan perpecahan dan pertentangan demi terciptanya kondisi hidup yang tentram, damai, dan saling menghormati serta menghargai satu dengan yang lainnya.

Ketiga prinsip di atas merupakan bentuk "kautamaning ngaurip" (hidup yang utama demi terbentuknya sosok-sosok manusia utama. manusia utama adalah sosok manusia yang pandai menempatkan sisi di mana sia berada, pandai bergaul dan tak pernah merugikan serta menyusahkan sesamanya. Memiliki perilaku dan sikap yang halus serta dapat menghindari perilaku buruk. (Marbangun, 1984)



Manusia utama adalah manusia yang berperilaku sesuai dengan prinsip keselarasan yang disesuaikan dengan hakikat kodrat manusia, yaitu manusia sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Artinya adalah bahwa manusia utama adalah manusia yang memenuhi keselarasan dengan dirinya sendiri, keselarasan dengan lingkungan sekitarnya, dan keselarasan dalam hubungan dengan Tuhan Sang Maha  Pencipta.

Keselarasan terhadap diri sendiri berarti berperilaku baik dan selalu menghindari perbuatan buruk yang akan merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Keselarasan terhadap lingkungan sosial berarti terciptanya rasa saling menghormati, tenggang rasa dan menghindari munculnya hal-hal yang akan merugikan lingkungan serta menjaga ketentraman dan kedamaian bersama. Keselarasan terhadap Tuhan berarti selalu melaksanakan segala yang diperintahklan dan menjauhi segala larangan-Nya. Manusia adalah makhluk Tuhan di bumi yang memiliki kewajiban untuk selalu menyembah-Nya.